Membiarkan Politik Uang, Bisa Menjadi Kanker Demokrasi

17-01-2018 / KOMISI II
Ketua Komisi II DPR RI, Zainudin Amali (F-PG)/Foto:Runi/Iw

 

Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali mengakui praktik politik uang sudah berlangsung sejak dulu, saat ini semakin masif. Komisi II bahkan memperkirakan pada Pilkada Serentak 2018 ini, ada tiga kondisi yang akan memengaruhi Pilkada dan menjadi potensi sumber kerawanan pilkada. Yaitu maraknya politik uang, penggunaan isu-isu SARA yang kian kelihatan  dan kampaye hitam (black campaign) di media sosial.

 

Politisi F-PG ini mengingatkan, untuk mengatasi masalah tersebut, KPU dan Bawaslu sudah mengeluarkan peraturan termasuk sanksi terhadap kampanye negatif, isu SARA dan media sosial. Komisi II juga telah meminta Bawaslu dan KPU perketat pengawasan. Bahkan Kepolisian serta KPK sudah menggagas membentuk Satgas Anti Politik Uang.

 

“Saya kira kita dukung dan kita dorong. Saya pribadi, politik uang ini bisa menjadi kanker buat demokrasi dan menjadi embrio terjadinya korupsi,” ujarnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (17/01/2018), menanggapi perkiraan berulangnya potensi politik uang dalam Pilkada Serentak 2018 ini. Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis, lima daerah yang diperkirakan rawan politik uang adalah Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Riau.

 

Ditanya tentang upaya pencegahan praktik tercela ini, kata Zainudin, sudah ada baik di Peraturan Bawaslu maupun Peraturan KPU, kemudian juga kepolisian. Sedangkan Komisi II, berfungsi melaksanakan fungsi Dewan. “Kita tidak mengeksekusi bagaimana pencegahan dan penindakannya sebab itu ranah Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan,” ungkap Zainudin.

 

Sedangkan terkait dengan mahar politik, dia mengakui sulit untuk membuktikannya. “Kita bisa mendengarkan dan merasakan, tapi untuk membuktikannya susah. Sehingga tidak bisa diproses. Kecuali pelakunya mengadu ke aparat hukum dan bisa menjadi delik aduan,” kilahnya.

 

Lebih jauh dikatakan, kalau yang memberi dan menerima diam-diam saja,  maka tidak mungkin diproses hukum. Kecuali, sambung dia, kalau ada yang kecewa salah satu pihak dan melaporkan ke aparat hukum. “Kalau ada yang kecewa silahkan saja laporkan ke Bawaslu dan aparat hukum lainnya, sehingga bisa didorong pada pelanggaran pilkada dan bahkan bisa masuk pidana penyuapan,” pungkas politisi asal dapil Jatim itu. (mp,ria/sf)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...